Kamis, 28 Oktober 2010

Mogok Kerja

MOGOK KERJA

Mogok kerja diatur pada pasal 137 sampai dengan pasal 145 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 dan Kepmenaker Nomor Kep.232/Men/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah :

1. Pasal 137
Mogok kerja, sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Dalam pasal 3 Kepmenaker Nomor 232/Men/2003, bahwa mogok kerja tidak sah apabila :

a. bukan akibat gagalnya perundingan; dan/atau
b. tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
c. dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
d. isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 138

(1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.

(2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.

2. Pasal 139

Pelaksanaan Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak menganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Pasal 5 Kepmenaker Nomor 232/Men/2003, bahwa :
Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok tidak sah.

Pemberitahuan mogok kerja :

Pasal 140 :

1. Pemberitahuan mogok kerja secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yan bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum dilakukan mogok kerja.

2. Pemberitahuan secara tertulis paling sedikit memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tanan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.

3. Dalam hal mogok kerja dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota sp/sb, pemberitahuan mogok kerja ditanda tangani oleh perwakilan pkerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.

4. Dalam mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana diatur dalam angka 1, demi menyelamatkan alat produksi dan asset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara, dengan cara:
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada dilokasi kegiatan proses produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

Tugas Instansi Pemerintah :

Pasal 141

1. Instansi pemerintah dan perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja, wajib memberikan tanda terima.

2. Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.

3. Dalam hal perundingan menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditanda tangani oleh para pihak dan pegawai instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.

4. Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, pegawai dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan segera menyerahkan penyelesaian masalah pada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

5. Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, atas dasar perundingan antara pengusaha dengan sp/sb atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.

Larangan :

1. Pasal 143

(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan sp/sb untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.

(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan sp/sb yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pasal 144

Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 140, pengusaha dilarang :

a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus sp/sb selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Hak pekerja/buruh atas upah :

Pasal 145

Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.


AKIBAT HUKUM MOGOK KERJA TIDAK SAH

Pasal 145 UU Nomor 13 Tahun 2003

Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.

Akibat hukum mogok kerja tidak sah diatur dalam pasal 6 s/d. 7 Kepmenaker Nomor Kep.232/Men/2003 :

1. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir.
2. Panggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pengusaha2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk panggilan secara patut dan tertulis.
3. Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebanyak 2 kali, dianggap mengundurkan diri.
4. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pasa pasal 5, dikualifikasikan sebagai mangkir.
5. Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang behubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.

Tidak ada komentar: