Selasa, 30 Desember 2008

Catatan Bisu;

dari secangkir kopi dan sebatang rokok

Secangkir kopi dan sebatang rokok nda’ lebih dari Rp.1500,-, tapi malam ini aku bisa bilang kalo harganya lebih mahal dari Hp Samsung second-ku ataupun motor Honda XX kesayanganku. Kenapa? Karena aku bisa diberi setitik ide untuk ngomong ngelantur. Hmmm … kopi dan sebatang rokok ditengah malam malah lebih nikmat dari belaian cewek ditepi pantai. (pasti kalian ‘ngga setuju…).

Seorang kawan pernah berkata; “Setiap dari kita memiliki tanggung jawab atas sejarah dan masa depan rakyat tertindas”.

Kata-kata diatas sangatlah sederhana, nama memiliki makna yang sangat dalam. Ada urusan apa kita dengan sejarah rakyat tertindas? Trus, memangnya kita siapa harus pikirkan masa depan mereka? Khan kita juga rakyat dan bisa jadi lebih tertindas dari mereka. Perduli amat, amat aja ngga perduli. Lagian kita bukan siapa-siapa dan bukan apa-apanya mereka.

Ngapain pusing pikirkan kapitalisme, neoliberalisme segala macam, ngapain menghabiskan waktu berjam-jam diskusi soal perkembangan politik, kondisi ekonomi, momentum-momentum gerakan, teori-teori gerakan. Toh, kata marx, kita butuhkan pematangan kapitalisme sehingga nantinya, dengan matangnya kapitalisme, maka mereka akan menggali lubang kuburnya sendiri dengan terjerebab dalam krisis yang pasti akan selalu muncul dan menghancurkan kapitalisme itu sendiri. Kita nikmati aja hidup ini. Seperti mahasiswa lainnya yang hidup dengan “normal”. Kuliah, jalan-jalan ke mall setiap hari sambil nikmati enaknya makan di McD, kepantai sama pacar setiap malam minggu nikmati sunset sambil makan pisang epek sama jus piu, atau selesai kuliah pulang kerumah nonton telenovela, sore-sore nikmati kopi mix sambil dengar Amerikan Idiot-nya Green day. Atau setiap selesai kuliah nongkrong di kantin/kafe sudut kampus minum jus/kopi bergosip tentang perkembangan Indonesia idol, AFI, sinema terbaru Indonesia, sambil dengar tembang-tembang manisnya Ada band, Peter Pan sampai Simple Plan, lalu tiap sabtu sore ke mall. Atau kalo kantong lagi bengkak, jalan-jalan ke Score atau golagong main bilyard sambil taruhan. Sebuah hidup yang sangat “normal” khan?.

Tapi apa hidup normal memang se-simple itu? Hanya sekedar aktifitas rutin untuk menghabiskan hari, menyelesaikan hari ini dan masuk ke hari esok dan terus menghabiskan hari demi hari tanpa ada makna atau investasi apapun yang dapat dihasilkan.

Lalu, apa yang didapatkan dari hidup se-normal seperti diatas?.

Satu hal yang kita coba jadikan landasan untuk berfikir lebih jauh tentang gerakan yaitu tanggung jawab. Gerakan adalah sebuah manifestasi tanggung jawab. Bagaimana kita belajar untuk bertanggung jawab sebagai manusia/individu atas kondisi sosial kita, bagaimana kita belajar untuk bertanggung jawab sebagai manusia atas kemampuan kita yang masih bisa berfikir tentang tanggung jawab itu sendiri. Kita memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, tapi karena kita bisa berfikir tentang tanggung jawab, maka kita bisa juga berbuat untuk memberikan apa yang kita miliki, sekali lagi sebagai manifestasi atas kemampuan kita untuk berfikir tentang tanggung jawab.

Kita bisa saja berfikir, ngapain harus bertanggung jawab segala. Toh aktifitas gerakan kita tidak akan membuat kita dicatat dalam tinta emas sejarah gerakan revolusi nantinya, seperti hanya che Guevara yang namanya dikenal diseluruh belahan bumi ini sebagai seorang revolusioner sejati, yang poster sampai baju-bajunya dipakai dari tukang becak, aktifis, sampai anak koruptor, atau seperti Lenin yang menjadi legenda revolusi rusia, atau seperti Mao Tze Tung sang bapak revolusi cina, atau seperti Fidel Castro di kuba, Khadafi di libya, Hugo Chavez di venezuela, Nestor Kirchner pemimpin argentina, Da Silva di brasil, yang merupakan pemimpin-pemimpin negara dunia ketiga yang berani melawan kebijakan neoliberalisme. Tapi pernahkan kita juga berfikir bahwa keberadaan mereka, kemenangan gerakan yang mereka lakukan karena ribuan pejuang-pejuang revolusioner yang menyerahkan jiwa raganya dan tak pernah dicatat dalam tinta sejarah. Berapa ribu korban revolusi rusia, berapa ribu pejuang revolusioner kuba yang meninggal yang dengan gagah berani berada digarda terdepan pertempuran revolusioner. Berapa ribu organiser tani dicina yang tidak pernah dikenal namanya yang menyumbangkan tenaga mereka tanpa harus dikenal. Pemimpin-pemimpin revolusi diatas hanyalah simbol gerakan revolusioner. Tanpa organiser-organiser buruh yang berjuang dipabrik-pabrik, tanpa organiser tani yang berada dipedesaan, tanpa martil-martil revolusi yang berada dalam barisan terdepan demonstrasi-demonstrasi yang dibalas dengan pentungan, gas air mata dan peluru-peluru tajam, mereka tidaklah berarti apa-apa. Mereka hanyalah seorang Lenin, seorang Che Guevara, seorang Castro, seorang Mao, seorang Chavez, yang tidak berarti apa-apa.

Mungkin kata-kata seperti “jangan pikirkan apa yang kita dapat, tapi pikirkan apa yang dapat kita berikan” (jangan disamakan dengan semboyannya kab maros ces…) terlalu kedengaran moralis bagi kwn2, karena gerakan bukan sekedar moralitas sosial semata. Gerakan tidak sekedar apa yang dapat kita berikan tapi juga apa yang dapat kita lakukan bersama, kita bersama rakyat. Kita … atau lebih tepatnya kwn2.

Tapi kita khan manusia biasa yang sama dengan rakyat yang lain, seperti seorang “rocker yang juga manusia” kata Serious, seperti kwn2 yang juga manusia. butuh hiburan, butuh refresing, butuh sesekali kencan kalo malam minggu, butuh nonton telenovela, butuh nonton konser Ada Band dan ari lasso di karebosi, butuh belaian pacar, dan seribu sepuluh kebutuhan, layaknya manusia bodoh eh …. manusia biasa. Ya… wajarlah. Khan marx sendiri bilang kalo semua kebutuhan hidup kita untuk bertahan hidup, harus kita perjuangkan, karena sistem ekonomi yang penuh penghisapan dari sang borjuasi yang menguasai modal pasti akan dijalankan untuk mencekik leher rakyat tertindas, kaum buruh, kaum proletar. Itu pasti. Dan kita harus berjuang untuk mendapatkannya dan sesekali menikmati hasil perjuangan sesaat kita.


09/12/2005, tinggal ampas kopi yang tersisa

Tidak ada komentar: